Rumah kita



Pesona Ka'bah
Ka'bah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi. Ka'bah adalah salah satu bangunan tertua di dunia yang berada di tengah-tengah Masjidil Haram. Setiap orang yang melihatnya dengan keikhlasan dan ketulusan pasti akan berlinang air mata. Suara zikir dan doa orang yang bertawaf mengelilinginya menjadi pesona tersendiri bagi orang yang merasakannya.

Bangunan Ka'bah mempunyai tingginya sekitar 15 meter, panjang sisi sebelah utara 9.92 meter, sisi sebelah barat 12.15 meter, sisi sebelah selatan 25.10 meter, dan sisi sebelah timur 11.88 meter.

Pintu Ka'bah di sisi sebelah timur dengan tinggi sekitar 2 meter dari tanah, terbuat dari emas murni dan bertuliskan ayat-ayat Alquran. Pada masa pemerintahan Khalid ibn ‘Abd Al Aziz, pintu ini dibuat dari bahan emas.

Sebelumnya, yaitu semenjak kekhalifahan Sultan Sulaiman Al Qanuni (959 H), pintu Ka'bah dibuat dari lempengan perak berlapiskan emas, terutama daun pintu dan gemboknya.

Dinding Ka'bah bagian bawah ditopang dengan tembok kuat yang terbuat dari batu marmer. Tembok itu melingkar mengitari Ka'bah dan disebut Syadzarwan. Tinggi Syadzarwan di bagian utara Ka‘bah mencapai 50 cm dengan lebar 39 cm, di bagian barat mencapai 27 cm dengan lebar 80 cm, di bagian selatan mencapai 24 cm dengan lebar 87 cm, sedangkan di bagian timur mencapai 22 cm dengan lebar 66 cm.

Menurut mazhab Syafi'i dan Maliki, tembok Syadzarwan termasuk bagian Ka'bah sehingga jamaah haji yang bertawaf harus berada di luarnya. Pendapat sebaliknya dikatakan oleh mazhab Hanafi. Me­nurut mereka, tembok Syadzarwan bukan merupakan bagian Ka’bah.

Adapun mazhab Hanbali memilih berada diantara dua pendapat di atas. Menurut mereka, menjauhi tembok itu sangat dianjurkan, tetapi seandainya jamaah melakukan tawaf di dalamnya maka tawafnya tetap sah dan tidak sampai rusak.

Yang jelas, belum diketahui secara pasti kapan pertama kali tembok Syadzarwan dibangun. Setiap kali Masjidil Haram dipugar, tempat-tempat di sekitarnya juga dipugar. Yang pasti, tembok Syadzarwan mengalami pemugaran pada tahun 542 H, 636 H, 660 H, dan 1010 H.

Para Abdi Ka’bah

Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu pernah berkata kepada bangsa Quraisy: “Sesungguhnya yang menguasai urusan Baitullah sebelum kalian adalah kabilah Thasm, lalu mereka melalaikan kewajiban terhadap Baitullah dan merusak kehormatannya, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menghancurkan mereka. Kemudian urusan Baitullah dikuasai oleh kabilah Jurhum dan mereka pun melalaikan kewajiban terhadapnya dan merusak kehormatannya. Hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mnghancurkan mereka, maka janganlah kalian meremehkan urusannya! Tetapi agungkanlah ia!
Menurut para pakar sejarah, tatkala suku Jurhum melalaikan tugasnya terhadap Ka’bah, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengusir mereka. Kemudian urusan Ka’bah setelah Khuza’ah dikuasai oleh Qushay bin Kilab. Ia yang bertanggung jawab terhadap Ka’bah dan urusan kota Mekah. Kemudian jabatan ini dialihkan kepada anaknya Abdul Dar; penanggung jawab Ka’bah, Dar an-Nadwah dan pengibar bendera perang. (Dar an-Nadwah yang berarti: balai pertemuan adalah tempat penduduk Mekah memutuskan perkara dan tempat mereka bermusyawarah). Dan urusan menyediakan makanan dan minuman untuk jamaah haji diserahkan kepada anaknya yang lain, yaitu: Abdul Manaf.
Selanjutnya jabatan penanggung jawab Ka’bah diserahkan oleh Abdul Dar kepada anaknya Utsman. Jabatan ini selanjutnya diwariskan secara turun-temurun hingga akhirnya dipegang oleh Utsman bin Thalhah.
Utsman radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku membuka pintu Ka’bah setiap hari Senin dan Kamis, suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya datang dan ingin masuk Ka’bah tetapi aku mencegahnya dan beliau menolakku dengan santun, seraya berkata, “Hai Utsman! Suatu hari engkau akan melihat kunci Ka’bah itu berada di tanganku, lalu aku berikan kepada orang yang aku kehendaki.” Aku berkata, “Di hari itu Quraisy menjadi binasa dan hina!” Beliau berkata, “Bahkan menjadi mulia.” Lalu beliau masuk ke Ka’bah dan perkataannya tadi sangat menusuk jiwaku dan aku yakin bahwa apa yang diucapkannya itu akan terjadi. Kemudian aku ingin masuk Islam tetapi kaumku sangat melarangku.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk Mekah melakukan umrah qadha, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengubah hatiku dan memasukkan Islam ke dalam relung hatiku, dan aku sangat berkeinginan untuk mendatangi beliau, tetapi beliau telah kembali ke Madinah.
Kemudian diam-diam aku berangkat ke Madinah, di tengah perjalanan aku bertemu dengan Khalid bin Walid radhiallahu ‘anhu, lalu kami beriringan. Di tengah jalan kami bertemu Amru bin Ash radhiallahu ‘anhu dan meneruskan perjalanan bersama, hingga kami di Madinah dan berbai’at kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selanjutnya aku menetap di Madinah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ikut dalam penaklukkan kota Mekah. Setelah memasuki kota Mekah beliau bersabda, “Hai Utsman, berikanlah kepadaku kunci Ka’bah!” Lalu aku berikan kepadanya dan beliau pun mengambilnya dariku. Kemudian diserahkan lagi kepadaku, seraya bersabda, “Peganglah jabatan mengurus Ka’bah ini wahai Bani Thalhah! Kekal selamanya, dan siapa yang merampasnya dari kalian berarti mereka orang yang zalim.”
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta kunci Ka’bah dari Utsman, ia telah menghulurkan tangannya kepada beliau. Lalu Abbas radhiallahu ‘anhu berkata, “Demi ayah dan ibuku! Gabungkan jabatan urusan Ka’bah dan memberi minum jemaah haji kepadaku.” Lalu Utsman menarik kembali tangannya khawatir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikannya kepada Abbas, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berikanlah kunci itu kepadaku.” Dan Abbas radhiallahu ‘anhu mengulangi perkataannya dan Utsman pun menahan tangannya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Berikan kuncinya kepadaku jika engkau beriman kepada Allah dan hari akhir.”
Lalu ia berkata, “Ini wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan amanah Allah Subhanahu wa Ta’ala,” maka beliau pun mengambil kunci dan membuka Baitullah. Kemudian Jibril turun dengan membawa firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisaa: 58)
Kemudian Utsman radhiallahu ‘anhu tetap memegang kunci Baitullah hingga wafat. Dan kunci Ka’bah diserahkan kepada sepupunya Syaibah bin Utsman bin Abi Thalhah. Selanjutnya jabatan penanggung jawab Ka’bah berada di tangan putra-putra Syaibah radhiallahu ‘anhu.

Kiswah Ka’bah

Sesungguhnya sejarah kiswah (yang berarti: kain penutup Ka’bah) adalah bagian yang tak dapat dipisahkan dari sejarah Ka’bah itu sendiri. Perhatian terhadap kiswah Ka’bah adalah cerminan sejauh mana perhatian umat Islam terhadap Ka’bah; kesucian, kemuliaan, dan kedudukannya yang tinggi dalam jiwa mereka.

Kiswah Ka’bah sebelum Islam

Muhammad bin Ishaq berkata: Banyak ulama yang menceritakan kepadaku, bahwa orang pertama yang memberi Ka’bah kiswah adalah Tubba As’ad al-Himyari. Ia bermimpi memasang kiswah Ka’bah, lalu dia menutupinya dengan antha. Kemudian ia bermimpi lagi memberinya kiswah, lalu ia memasang kiswah dari washa’il yaitu: kain berwarna merah bergaris, buatan Yaman.
Setelah Tubba, orang-orang di masa jahiliyah bergantian memasang kiswah, dan hal itu dianggap sebagai kewajiban agama. Dan dibolehkan bagi setiap orang memasang kiswah kapan dan dengan jenis kain apapun yang dia suka. Ka’bah diberi kiswa dengan berbagai jenis kain di antaranya: al-kashf (kain tebal), al-ma’afir (kain buatan daerah Ma’afir), al-Mala (kain halus lagi tipis), al-washa’il, dan al-ashb (kain buatan Yaman yang ditenun dengan bambu).
Kiswah-kiswah dipasang berhimpitan, bila terlalu berat atau sudah lusuh ditanggalkan, dibagi-bagi dan dikubur.
Pada masa jahiliyah, Quraisy adalah pemangku jabatan kiswah Ka’bah. Mereka mewajibkan setiap kabilah menanggung biaya kiswah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Hal ini berlaku sejak masa Qushay bin Kilab, hingga datang Abu Rabi’ah bin al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Ia sering bolak-balik berdagang ke Yaman sehingga menajdi kaya raya.
Di saat Quraisy ditimpa paceklik ia berkata kepada Quraisy: “Biarlah aku sendiri yang memberi kiswah Ka’bah.” Hal ini dilakukannya hingga wafat. Ia membawa kain yang bagus dengan motif bergaris dari daerah Janad (Yaman), lalu memberikannya untuk kiswah Ka’bah. Karenanya Quraisy memberinya gelar “al-adl” (berarti: sepadan), karena amal anak-anaknya disebut Bani (al-adl) sepadan.
Orang pertama yang memberi kiswah Ka’bah dengan kain sutera adalah Nutailah binti Janab, ibu dari Abbas bin Abdul Mutthalib radhiallahu ‘anhu.

Kiswah Ka’bah di Masa Islam

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak memberi kiswah Ka’bah sebelum penaklukan kota Mekah. Karena orang-orang kafir tidak mengizinkan mereka melakukan hal tersebut. Ketika Mekah telah ditaklukkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengganti kiswah, hingga kiswah terbakar disebabkan oleh wanita yang ingin mengasapi kiswah dengan wewangian.
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggantinya dengan kain buatan Yaman. Kemudian pada masa khilafah Abu Bakar radhiallahu ‘anhu, Umar radhiallahu ‘anhu, dan Utsman radhiallahu ‘anhu, mereka memasang kiswah dari kain Qubathi (kain berwarna putih halus buatan Mesir).
Dalam riwayat yang shahih, bahwa Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu mengganti kiswah Ka’bah dua kali dalam setahun, di hari Asyura dengan kain sutera dan di akhir bulan Ramadhan dengan kain Qubathi. Kemudian Yazid bin Mu’awiyah, Ibnu Zubair, Abdul Malik bin Marwan memasang kiswah dengan kain sutera, dan Ka’bah diberi kiswah 2x dalam setahunh; kiswah dan kain sutera dan kiswah dari kain Qubathi, sutera yang terlebih dahulu dijahit dipasang pada hari tarwiyah, dan kain sutera yang tidak dijahit dipasang pada hari Asyura, setelah jemaah haji meninggalkan Mekah, agar mereka tidak merobeknya. Dan kiswah dari sutera ini tetap berada di Ka’bah hingga hari ke 27 Ramadhan, selanjutnya diganti dengan kiswah yang terbuat dari kain Qubathi untuk menyambut Idul Fitri.
Pada masa khilafah al-Ma’mun, kiswah diganti sebanyak 3x dalam setahun. Pada hari tarwiyah dipasang kiswah dari kain sutera berwarna merah. Di awal bulan Rajab dipasang kiswah dari kain Qubathi, dan di hari ke-27 bulan Ramadhan dipasang kiswah dari kain sutera berwarna putih.
Ketika al-Ma’mun tahu bahwa pada musim haji kiswah dari kain sutera berwarna putih sering dicabik, ia memerintahkan untuk dipasang kiswah keempat yang berwarna putih juga. Kemudian an-Nashir al-Abbasi memberi kiswah dengan kain berwarna hijau, kemudian kain yang berwarna hitam. Sejak hari itu kiswah dengan kain berwarna hitam terus dipertahankan.
Setelah runtuhnya masa daulah Bani Abbasiyah, raja pertama yang memasang kiswah adalah raja al-Muzhaffar, yang berkedudukan di Yaman (tahun 659). Ia yang terus memberi kiswah selama beberapa tahun dengan raja-raja Mesir.
Penguasa Mesir yang pertama memberi kiswah setelah runtuhnya pemerintahan Bani Abbasiyah adalah raja az-Zhahir Baybras al-Bunduqdari tahun 661 H. Dan pada tahun 751 H raja Shalih Ismail bin raja an-Nashir Muhammad bin Qalawun raja Mesir, menetapkan wakaf khusus untuk kiswah Ka’bah bagian luar yang berwarna hitam satu kali setiap tahun, dan kiswah berwarna hijau untuk kamar tempat kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam satu kali dalam 5 tahun. Tetapi pada masa al-Khudeiwi “Muhammad Ali”, wakaf tersebut dibatalkan pada permulaan abad ke 13 Hijriyah, dan kiswah dibuat dengan anggaran negara. Turki dari bani Utsman bertanggung jawab memberi kiswah Ka’bah bagian dalam.
Pada tahun 810 H, dibuat kain penutup yang bermotif ukuran yang dipasang pada bagian luar Ka’bah, yang dinaakan “al-Burqu.” Pembuatan ini terhenti dari tahun 816-818 H, kemudian dimulai kembali pada tahun 819 H hingga sekarang.

Kiswah Ka’bah pada Masa Pemerintahan Saudi

Raja Abdul Aziz bin Abdurrahman Ali Su’ud rahimahullah sangat perhatian dengan permasalahan dua kota suci. Berangkat dari perhatian ini raja Saud bin Abdul Aziz rahimahullah memerintahkan untuk memabangun gedung khusus bagi pembuatan kiswah Ka’bah di Mekah al-Mukaramah, dan seluruh kebutuhan pembangunan disediakan.
Demi untuk lebih memantapkan kerja dan menampilkannya dalam bentuk yang sesuai dengan kesucian Ka’bah al-Musyarafah, maka keluarlah perintah dari Raja Faisal bin Abdul Aziz Ali Su’ud rahimahullah tahun 1382 H untuk memperbarui pabrik pembuatan kiswah. Dan pada tahun 1397 H, gedung baru yang terletak di “Ummul Juud” Mekah al-Mukaramah diresmikan, yang dilengkapi dengan peralatan modern untuk menyelesaikan tenunan, dan dibubat divisi tenun otomatis dengan mempertahankan corak kerajinan tangan. Karena diakui memiliki nilai seni yang tinggi.
Juga pabrik ini selalu mengikuti perkembangan zaman dengan tetap mempertahankan warisan seni kerajinan tangan yang sudah berurat dan berakar, untuk menghasilkan kiswah Ka’bah dalam rupa yang paling elok.

Kiswah (Kain Penutup Ka’bah)

Pada ka’bah kita sering melihat adanya Kiswah (kain/selimut hitam penutup ka’bah). Tujuan dari pemasangan kain itu adalah untuk melindungi dinding ka’bah dari kotoran, debu, serta panas yang dapat membuatnya menjadi rusak. Selain itu kiswah juga berfungsi sebagai hiasan ka’bah.
Menurut sejarah, Kabah sudah diberi kiswah sejak zaman Nabi Ismail AS, putra Nabi Ibrahim AS. Namun tidak ada catatan yang mengisahkan kiswah pada zaman Nabi Ismail terbuat dari apa dan berwarna apa. Baru pada masa kepemimpinan Raja Himyar Asad Abu Bakr dari Yaman, disebutkan kiswah yang melindungi Ka’bah terbuat dari kain tenun.
Kebijakan Raja Himyar untuk memasang kiswah sesuai tradisi Arab yang berkembang sejak zaman Ismail as diikuti oleh para penerusnya. Pada masa Qusay ibnu Kilab, salah seorang leluhur Nabi Muhammad yang terkemuka, pemasangan kiswah pada Kabah menjadi tanggung jawab masyarakat Arab dari suku Quraisy.
Nabi Muhammad SAW sendiri juga pernah memerintahkan pembuatan kiswah dari kain yang berasal dari Yaman. Sedangkan empat khalifah penerus Nabi Muhammad yang termasuk dalam Khulafa al-Rasyidin memerintahkan pembuatan kiswah dari kain benang kapas.
Sementara itu, pada era Kekhalifahan Abbassiyah, Khalifah ke-4 al-Mahdi memerintahkan supaya kiswah dibuat dari kain sutra Khuz. Pada masa pemerintahannya, kiswah didatangkan dari Mesir dan Yaman.
Menurut catatan sejarah, kiswah tidak selalu berwarna hitam pekat seperti saat ini. Kiswah pertama yang dibuat dari kain tenun dari Yaman justru berwarna merah dan berlajur-lajur. Sedangkan pada masa Khalifah Mamun ar-Rasyid, kiswah dibuat dengan warna dasar putih. Kiswah juga pernah dibuat berwarna hijau atas perintah Khalifah An-Nasir dari Bani Abbasiyah (sekitar abad 16 M) dan kiswah juga pernah dibuat berwarna kuning berdasarkan perintah Muhammad ibnu Sabaktakin.
Penggantian kiswah yang berwarna-warni dari tahun ke tahun, rupanya mengusik benak Kalifah al-Mamun dari Dinasti Abbasiyah, hingga akhirnya diputuskan bahwa sebaiknya warna kiswah itu tetap dari waktu ke waktu yaitu hitam. Hingga saat ini, meskipun kiswah diganti setiap tahun, tetapi warnanya selalu hitam.
Pada era keemasan Islam , tanggung jawab pembuatan maupun pengadaan kiswah selalu dipikul oleh setiap khalifah yang sedang berkuasa di Hijaz, Arab Saudi pada setiap masanya. Meskipun kiswah selalu menjadi tanggung jawab para khalifah, beberapa raja di luar tanah Hijaz pernah menghadiahkan kiswah kepada pemerintah Hijaz.
Dulu, kiswah yang terbuat dari sutera hitam pernah didatangkan dari Mesir yang biayanya diambil dari kas Kerajaan Mesir. Tradisi pengiriman kiswah dari Mesir ini dimulai pada zaman Sultan Sulaiman yang memerintah mesir pada sekitar tahun 950-an H sampai masa pemerintahan Muhammad Ali Pasya sekitar akhir tahun 1920-an.
Ka’bah tanpa kiswah
Setiap tahun, kiswah-kiswah indah yang dibuat di Mesir itu diantar ke Makkah melewati jalan darat menggunakan tandu indah yang disebut mahmal. Kiswah beserta hadiah-hadiah lain di dalam mahmal datang bersamaan dengan rombongan haji dari Mesir yang dikepalai oleh seorang amirul hajj.
Amirul hajj itu ditunjuk secara resmi oleh pemerintah Kerajaan Mesir. Dari Mesir, setelah upacara serah terima, mahmal yang dikawal tentara Mesir berangkat ke terusan Suez dengan kapal khusus hingga ke pelabuhan Jeddah. Setibanya di Hijaz, mahmal tersebut diarak dengan upacara sangat meriah menuju ke Mekkah.
Pengiriman kiswah dari Mesir pernah terlambat hingga awal bulan Dzulhijjah. Hal itu terjadi beberapa waktu setelah meletusnya Perang Dunia I. Keterlambatan pengiriman kiswah terjadi akibat suasana yang tidak aman dan kondusif akibat Perang Dunia I.
Melihat situasi yang kurang baik pada saat itu, Raja Ibnu Saud (pendiri Kerajaan Arab Saudi) mengambil keputusan untuk segera membuat kiswah sendiri mengingat pada tanggal 10 Dzulhijjah, kiswah lama harus diganti dengan kiswah yang baru. Usaha tersebut berhasil dengan pendirian perusahaan tenun yang terdapat di Kampung Jiyad, Mekkah.
Setelah Perang Dunia I berakhir, Raja Farouq I dari Mesir kembali mengirimkan kiswah ke tanah Hijaz. Namun melihat berbagai kondisi pada saat itu, pemerintah Kerajaan Arab Saudi dibawah Raja Abdul Aziz Bin Saud memutuskan untuk membuat pabrik kiswah sendiri pada 1931 di Makkah. Hingga akhirnya kiswah dibuat di Arab Saudi hingga saat ini.
Kain kiswah memiliki keunikan dan keunggulan tersendiri. Pintalan-pintalan benang berwarna emas maupun perak bersatu padu merangkai goresan kalam Ilahi. kiswah menjadi sangat berharga, bukan hanya karena firman-firman Allah SWT yang suci yang dipintal pada kiswah, tetapi juga karena keindahan dan eksotisme pintalan benang berwarna emas dan perak pada permukaannya.
Perpaduan warna emas dan perak pada kaligrafi yang menghiasi kiswah tersebut memiliki nilai seni yang luar biasa. Sebab pembuatannya membutuhkan skill dan bakat yang luar biasa karena tidak semua orang mampu membuat seni seindah itu. Kiswah merupakan simbol kekuatan, kesederhanaan, juga keagungan.
Proses Pembuatan Kiswah
Kiswah pertama kali dibuat dibuat oleh seorang pengrajin bernama Adnan bin Ad dengan bahan baku kulit unta. Namun dalam perkembangannya, kiswah dibuat dari kain sutera. Untuk membuat sebuah kiswah memerlukan 670 kg bahan sutera atau sekitar 600 meter persegi kain sutera yang terdiri dari 47 potong kain. Masing-masing potongan tersebut berukuran panjang 14 meter dan lebar 95 cm.
Ukuran itu sudah disesuaikan untuk menutupi bidang kubus Kabah pada keempat sisinya. Sedangkan untuk hiasan berupa pintalan emas diperlukan 120 kg emas dan beberapa puluh kg perak.
Sejak 1931, kiswah untuk menutupi Kabah diproduksi di sebuah pabrik yang terletak di pinggir kota Mekkah, Arab Saudi. Dalam pabrik tersebut, pembuatan kiswah dilakukan secara modern dengan menggunakan mesin tenun modern. Di pabrik kiswah yang areanya seluas 10 hektare itu dipekerjakan sekitar 240 perajin kiswah.
Dalam pabrik tersebut, kiswah dibuat secara massal. Di sanalah semuanya disiapkan dari perencanaan, pembuatan gambar prototipe kaligrafi, pencucian benang sutera, perajutan kain dasar, pembuatan benang dari berkilo-kilo emas murni dan perak hingga pada pemintalan kaligrafi dari benang emas maupun perak, lalu penjahitan akhir.
Meskipun kiswah tampak hitam jika dilihat dari luar, namun ternyata bagian dalam kiswah itu berwarna putih. Salah satu kalimat yang tertera dalam pintalan emas kiswah adalah kalimah syahadat, Allah Jalla Jalallah, La Ilaha Illallah, dan Muhammad Rasulullah . Surat Ali Imran: 96, Al-Baqarah :144, surat Al-fatihah, surat Al-Ikhlash terpintal indah dalam benang emas untuk menghiasi kiswah.
Kaligrafi yang digunakan untuk menghias kiswah terdiri dari ayat-ayat yang berhubungan dengan haji dan Kabah juga asma-asma Allah yang dimuliakan. Hiasan kaligrafi yang terbuat dari emas dan perak tampak berkilau indah saat terkena cahaya matahari.
Karena menggunakan bahan baku dari benda-benda yang sangat berharga seperti sutera, emas, maupun perak, harga kiswah ini menjadi sangat mahal sekitar Rp 50 miliar.
Sehingga setiap tahun Jawatan Wakaf Kerajaan Arab Saudi harus menyediakan dana sekitar Rp 50 miliar untuk pembuatan kiswah. Menurut sejarah, tradisi penggantian kiswah yang dilakukan setiap tahunnya sudah ada sejak masa Khalifah Al-Mahdi yang merupakan penguasa Dinasti Abbasiyah ke-IV.
Tradisi tersebut bermula ketika, Khalifah al-Mahdi naik haji kemudian penjaga Kabah melapor kepadanya tentang kiswah yang pada saat itu sudah mulai rapuh dan dikhawatirkan akan jatuh. Mendengar laporan yang memprihatinkan itu, Al-Mahdi memerintahkan agar setiap tahun kiswah diganti.
Sejak saat itu, kiswah untuk Ka’bah selalu diganti setiap tahun pada musim haji dan menjadi sebuah tradisi yang harus selalu dijalankan. Dengan demikian tidak ada lagi kiswah yang kondisinya memprihatinkan.
Pasalnya, setiap kiswah hanya memiliki masa pakai Ka’bah selama satu tahun. Bahkan, kiswah bekas dipakai Ka’bah ada yang dipotong-potong kemudian potongan tersebut dijual sebagai penghias rumah maupun kantor.
Tidak semua orang tahu apa sebenarnya yang ada di dalam ka’bah, sebab hanya orang-orang penting seperti presiden sebuah negara yang berhak untuk memasukinya. Itu pun karena menjadi tamu raja di negara itu.
Kalo dari Indonesia sendiri, mantan Presiden Soeharto dan rombongan konon malah pernah diberi kehormatan untuk masuk ke dalamnya.
Ka’bah bertempat di kota Mekkah al-mukarromah yang di apit oleh gunung-gunung batu dari berbagai penjurunya, akan tetapi dapat di akses dari berbagai penjuru, dan ramai pengunjung dalam bulan-bulan tertentu dalam setiap tahunnya, meskipun juga ramai di bulan-bulan biasa.

Ka’bah berbentuk persegi yang ukuran dalam Ka’bah adalah 42,64×29,52 kaki atau sekitar 12,7×8,85 meter dengan tinggi 39 kaki 6 inci(-+ 11 meter) dan hanya 50 orang yang adpat masuk dalam waktu yag bersamaan.

Mulai dari sebelah kiri pintu Ka’bah adalah Multazam (antara pintu Ka’bah dan Hajarul Aswad). Sebelah kanan dari pintu terdapat kotak dari marmer tempat menyimpan alat keperluan kebersihan di dalam Ka’bah.

Bagian tengah Ka’bah agak meninggi terdapat tiga pilar/tiang penyangga yang terbuat dari kayu gaharu terbaik. Panjang satu pilar sekitar seperempat meter atau setengah meter berwarna campuran antara merah dan kuning. Ketiga pilar ini berjejer lurus dari utara ke selatan dan dikenal dengan tiang abdullah bin zubair

Pada awal abad ini (tahun 2000-an), bagian bawah ketiga pilar retak yang kemudian diperbaiki dengan diberi kayu melingkar di sekelilingnya. Ketiga pilar ini dibuat atas inisiatif Abdullah ibn Al Zubair tiga abad yang lalu. Meski demikian, ketiganya masih tetap kokoh hingga saat ini.

Sebelah Utara dari Ka’bah terdapat pintu kecil yang dinamakan Pintu Taubah.Itu adalah sebuah tanda dari keteguhan. Pintu Taubah ini terbuat dari kayu pilihan yang dilapisi dengan Emas dan Perak yang terukir dan dilapisi juga dengan kaca yang tebal sampai atap Ka’bah.

Pada dinding sebelah Barat yang berhadapan dengan pintu Ka’bah digantungkan 9 Pigura yang terbuat dari Marmer dan bertuliskan nama-nama Penguasa-penguasa atau Khalifah yang telah memperbaiki dan memperbarui Ka’bah yang agung. Kesemuanya tulisan itu tertulis setelah Abad 6H.
Pada dinding Timur antara pintu Ka’bah dan pintu Taubah diletakkan keterangan tentang perbaikan yang dilakukan oleh Raja Fahd pada tahun 1419H setelah perbaikan terakhir pada zaman Sultan Murod IV dari Utsmaniah pada tahun 1040H.

Sisi-sisi Ka’bah yang empat dilapisi dengan Marmer putih setinggi 2 Meter dan diatasnya ditutupi dengan hordeng warna merah dan pink, yang terbuat dari bahan kain Sutera yang bertuliskan Syahadatain dan Asma ul-Husna dalam bentuk angka 8 atau 7 Arab berselang-seling. Hadiah dari Raja Fahd.
Diantara tiga tiang yang ditengah (Tiang Abdullah bin Zubair) ada tempat untuk meletakkan barang yang terbuat dari Perak murni untuk menyimpan barang, seperti antara lain : Teko-teko, Pajangan, dan barang-barang bersejarah lainnya yang terbuat dari Emas dan Perak yang telah berusia puluhan bahkan ratusan tahun yang lewat sebagai hadiah-hadiah dari Raja-raja, Khalifah dan para Sultan kepada Ka’bah sebagai pendekatan dan pengabdian kepada Rabb yang Esa untuk mencari ridho Nya.Di dalam Ka’bah tidak ada listrik dan tidak terdapat satu jendelapun
Hajar Aswad dan Rahasia nya
Misteri Hajar Aswad – Hajar Aswad adalah batu hitam yang terletak di sudut sebelah Tenggara Ka’bah, yaitu sudut dari mana Tawaf dimulai. Hajar Aswad merupakan jenis batu ‘RUBY’ yang diturunkan Allah dari surga melalui malaikat Jibril. Hajar Aswad terdiri dari delapan keping yang terkumpul dan diikat dengan lingkaran perak. Batu hitam itu sudah licin karena terus menerus di kecup, dicium dan diusap-usap oleh jutaan bahkan milyaran manusia sejak Nabi Adam, yaitu jamaah yang datang ke Baitullah, baik untuk haji maupun untuk tujuan Umrah.
Hadist Sahih riwayat Imam Bathaqie dan Ibnu ‘Abas RA, bahwa Rasul SAW bersabda:
“Allah akan membangkitkan Al-Hajar (Hajar Aswad) pada hari kiamat. Ia dapat melihat dan dapat berkata. Ia akan menjadi saksi terhadap orang yang pernah memegangnya dengan ikhlas dan benar”.
Hadis tersebut mengatakan bahwa disunatkan membaca do’a ketika hendak istilam (mengusap) atau melambainya pada permulaan thawaf atau pada setiap putaran, sebagai mana, diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA. Artinya:
“Bahwa Nabi Muhammad SAW datang ke Ka’bah lalu diusapnya Hajar Aswad sambil membaca Bismillah Wallahu Akbar”.
ASAL – USUL HAJAR ASWAD
Ketika Nabi Ibrahim a.s bersama anaknya membangun Ka’bah banyak kekurangan yang dialaminya. Pada mulanya Ka’bah itu tidak ada bumbung dan pintu masuk. Nabi Ibrahim a.s bersama Nabi Ismail mau membangunnya dengan meninggikan bangunannya dan mengangkut batu dari berbagai gunung. setelah bangunan Ka’bah itu hampir selesai, ternyata Nabi Ibrahim masih merasa kekurangan sebuah batu lagi untuk diletakkan di Kaabah.
Nabi Ibrahim berkata pada Nabi Ismail, “Pergilah engkau mencari sebuah batu yang akan aku letakkan sebagai penanda bagi manusia.”
Kemudian Nabi Ismail a.s pun pergi dari satu bukit ke satu bukit untuk mencari batu yang baik dan sesuai. Ketika Nabi Ismail a.s sedang mencari batu di sebuah bukit, tiba-tiba datang malaikat Jibril a.s memberikan sebuah batu yang cantik. Nabi Ismail dengan segera membawa batu itu kepada Nabi Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim a.s. merasa gembira melihat batu yang sungguh cantik itu, beliau menciumnya beberapa kali. Kemudian Nabi Ibrahim a.s bertanya, “Dari mana kamu dapat batu ini?”
Nabi Ismail berkata, “Batu ini kuterima dari yang tidak memberatkan cucuku dan cucumu (Jibril).”
Nabi Ibrahim mencium lagi batu itu dan diikuti oleh Nabi Ismail a.s. Sehingga sekarang Hajar Aswad itu dicium oleh orang-orang yang pergi ke Baitullah. Siapa saja yang bertawaf di Ka’bah disunnahkan mencium Hajar Aswad.
Perhatikan Rahasia Besar Yang Tidak Pernah Kita Bayangkan Sebelumnya
1. Satu riwayat Sahih dinyatakan: “HajarAswad dan Makam Ibrahim berasal dari batu-batu ruby surga yang kalaulah tidak karena sentuhan dosa-dosa manusia akan dapat menyinari antara timur dan barat. Setiap orang sakit yang memegangnya akan sembuh dari sakitnya”
Dulunya batu Hajar Aswad itu putih bersih, tetapi akibat dicium oleh setiap orang yang datang menziarahi Ka’bah, ia menjadi hitam seperti terdapat sekarang. Wallahu a’alam.
2. “‘Barangsiapa menunaikan ibadah haji, dan ia tak berbuat rafats dan fasik, maka ia kembali (suci dan bersih) seperti anak manusia yang baru lahir dari perut ibunya.” (Muttafaqun alaihi).
3. Mencium hajar aswad pada saat Haji Di Baitullah tidak dapat diwakilkan, Ia menjadi penyedot Dosa tanpa kita sadari, alangkah beruntungnya orang yang bisa menyentuh, mengusap dan memegangnya.
Hadis Siti Aisyah RA mengatakan bahwa Rasul SAW bersabda:
“Nikmatilah (peganglah) Hajar Aswad ini sebelum diangkat (dari bumi). Ia berasal dari surga dan setiap sesuatu yang keluar dari surga akan kembali ke surga sebelum kiamat”.
Akhir kata, Kita semua tahu jika Hajar Aswad hanyalah batu yang tidak memberikan mudorat atau manfaat, begitu juga dengan Ka’bah, ia hanyalah bangunan yang terbuat dari batu. Akan tetapi apa yang kita lakukan dalam prosesi ibadah haji tersebut lebih baik kita niatkan sekedar mengikuti ajaran dan sunnah Nabi SAW.
Umar bin Khatabpun juga pernah mengatakan “Aku tahu bahwa kau hanyalah batu, kalaulah bukan karena aku melihat kekasihku Nabi SAW menciummu dan menyentuhmu, maka aku tidak akan menyentuhmu atau menciummu”
Jadi apa yang dikerjakan berjuta juta umat islam, scientis muslim, dan orang -orang yang pandai bukanlah menyembah Batu seperti yang banyak dituduhkan kaum yang picik sekali akalnya. Karena ada rahasia besar dibalik setiap perilaku Nabi Muhammad saw dan sebab tentu saja apa yang dilakukan oleh beliau pastilah berasal dari Allah, sebagaimana yang terdapat dalam firmanNya : “Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (QS. An-Najm : 53 ) “
Allaaahu Akbar, Tiada Ilah lagi Yang Berhak DiSembah Selain Allah dan Saya (Penulis) Bersaksi bahwa Muhammad Saw adalah Utusan Allah. Muhammad hanyalah seorang Rosul, Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rosul.
Mulai Detik Ini mari kita mencoba berperilaku sebagaimana Nabi Muhammad, mencontohnya dalam segala tindak tanduk, makan, minum, berpakaian, hingga tidurnya, sekalipun kita tidak mengerti rahasia besar di sebaliknya.

Umur 25 Nabi -'Alaihimus Salam

1. Nabi Adam ‘Alaihis Salam
Umur : 1000 tahun
Makam : India, menurut satu pendapat ada di Makkah, dan menurut pendapat lain ada di Baitul Maqdis
2. Nabi Idris ‘Alaihis Salam
Umur : 865 tahun
Makam : (tidak ada informasi)
3. Nabi Nuh ‘Alaihis Salam
Umur : 950 tahun
Makam : Masjid Kufah, , menurut satu pendapat ada di al-Jabal al-Ahmar (Gunung Merah), dan menurut pendapat lain ada di dalam al-Masjid al-Haram Makkah.
4. Nabi Hud ‘Alaihis Salam
Umur : 464 tahun
Makam : di Timurnya Hadharamaut, Yaman.
5. Nabi Shalih ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Makam : di Hadharamaut
6. Nabi Luth ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Makam : Shou’ar
7. Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam
Umur : 200 tahun
Kelahiran : Lahir pada 1273 tahun setelah peristiwa banjir dan topan pada masa Nabi Nuh ‘Alaihis Salam.
Makam : di kota al-Khalil (Palestina), dimakamkan bersama Sarah (isteri pertamanya).  
8. Isma’il ‘Alaihis Salam
Umur : 137 tahun
Makam : dimakamkan di samping Ibunda (yakni Hajar) di Makkah (di sekitar Ka’bah dekat Maqam Ibrahim)
9. Nabi Ishaq ‘Alaihis Salam
Umur : 180 tahun
Makam : dimakamkan bersama Ayahanda (yakni Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam) di kota al-Khalil (Palestina).
10. Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam
Umur : 137 tahun
Wafat : di Mesir
Makam : untuk memenuhi wasiatnya, oleh sang putra (Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam), jenazahnya dipindah dimakamkan ke kota al-Khalil (Palestina)
11. Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam
Umur : 110 tahun
Wafat : di Mesir
Makam : oleh saudara-saudaranya (untuk memenuhi wasiatnya) jenazahnya kemudian dipindah dimakamkan di Nablus (Palestina)
12. Nabi Syu’ab ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Makam : di desa Hathin dekat kota Thabariyah (Syria)
13. Nabi Ayyub ‘Alaihis Salam
Umur : 93 tahun
Makam : di desa Syaikh Sa’d (dekat kota Damasykus) Syria.
14. Nabi Dzul Kifli ‘Alaihis Salam
Umur : (tidak ada informasi)
Lahir : di Mesir
Makam : wafat di daerah gunung Thursina, menurut salah satu pendapat di samping Ayahanda di salah satu kota di Syam.
15. Nabi Yunus ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Makam : tidak ada informasi sama sekali tentang letak makamnya.
16. Nabi Musa ‘Alaihis Salam
Umur : 120 tahun
Makam : wafat di daerah gunung Thursina dan di makamkan di sana.
17. Nabi Harun ‘Alaihis Salam
Umur : 122 tahun
Makam : wafat di daerah gunung Thursina dan di makamkan di sana.
18. Nabi Ilyas ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Lahir : dilahirkan setelah masuknya Bani Isra’il ke Palestina.
Makam : menurut satu pendapat ada di Ba’labak (Lebanon). (Tapi menurut satu pendapat, beliau belum wafat sampai sekarang –penerjemah)
19. Nabi Ilyasa’ ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan tempat tinggalnya dan daerah yang dituju setelah kaumnya ingkar di kota Banyas.
20. Nabi Dawud ‘Alaihis Salam
Umur : 100 tahun
Kerajaan : bertahan sampai 40 tahun
21. Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam
Kerajaan : beliau mewarisi kerajaan Ayahanda (yakni Nabi Dawud ‘Alaihis Salam) ketika umur 12 tahun, kerajaannya bertahan sampai 40 tahun.
22. Nabi Zakariya ‘Alaihis Salam
Wafat : beliau dibunuh dengan cara digergaji oleh orang yang telah menyembelih sang putra (Nabi Yahya ‘Alaihis Salam)
23. Nabi Yahya ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Lahir : pada tahun yang sama dengan tahun kelahiran Nabi ’Isa al-Masih ‘Alaihis Salam.
Wafat : ketika beliau sedang di Mihrab, disembelih oleh sesorang yang disuruh oleh seorang wanita jahat dari pihak raja yang zhalim.
Makam : kepalanya dimakamkan di Masjid al-Jami’ al-Amawi (Damasykus-Syria)
24. Nabi ’Isa al-Masih ‘Alaihis Salam
Umur : 33 tahun di bumi, kemudian Allah mengangkatnya ke langit setelah tiga tahun diangkat menjadi Nabi. Dituturkan, bahwa Ibunda (yakni Maryam) hidup 6 tahun setelah ’Isa al-Masih ‘Alaihis Salam diangkat ke langit. Maryam wafat dalam umur 53 tahun.
25. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
Lahir : di Makkah tahun 570 M.
Wafat : umur 63 tahun
Makam : di rumah ’Aisyah di Masjid Nabawi Madinah dan dimakamkan di sana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar